Sabtu, 31 Mei 2014



Mbah Kyai Musta’an punya dua orang putri yang cantik – cantik. Banyak santri – santri yang berharap bisa menjadi menantu kyainya. Nama keduanya adalah ning Rani dan adiknya, ning Dina. Di mata para santri, keduanya bagai bidadari. Wajahnya yang manis, dipadu dengan caranya berjalan yang lemah gemulai membuat siapa saja yang melihat ingin memiliki.
            Suatu ketika, ning Dina sakit. Dia yang biasanya lincah berlari kesana – kemari, kini terbaring di atas tempat tidur. Sang kakak merasa sedih melihat kondisi adiknya. Setiap hari, ning Rina selalu menemani sang adik yang terbaring lemah.

            Sore itu, mbah kyai Musta’an baru selesai mandi. Beliau menyempatkan diri masuk ke kamar putrinya. Mbah kyai yang memang terkenal kocak mencoba melontarkan pertanyaan, agar kedua putrinya tak selalu bersedih.
“Din!!!!”, panggil mbah kyai.
“Dalem bah”, jawab ning Dina lirih.
“Pe’ak tu apa?”,tanya mbah kyai.
“Pe’ak bah?”, tanya ning Dina bingung.
“Iya, katanya itu singkatan?”, kembali mbah kyai bertanya.
“bukan bah, itu bukan singkatan” bantah ning Dina.
“singkatan kok”, sahut mbah kyai tak mau kalah.
“masak itu singkatan mbak?”, tanya ning Dina pada kakaknya.
“bukan bah, itu bukan  singkatan”, kata ning Rina meyakinkan
“ya sudah, pe’ak itu apa?”, kembali mbah kyai bertanya.
“pe’ak ya pe’ak”, kata ning Dina. Dia nggak berani menjelaskan. Saru kata orang jawa.
“nggak tau kan??”, tanya mbah kyai.
Kedua putrinya menggeleng hampir bersamaan.
“eee... dasar, pe’ak lu...”, kata mbah kyai sambil ngeloyor pergi.
Kedua putrinya hanya bisa melongo. Setelah sadar, barulah mereka tertawa karena berhasil dikerjai oleh abahnya.

Kamis, 29 Mei 2014



Setelah mengetahui jenis – jenis i’rob, perlu juga membahas tentang tanda – tanda i’rob. Masing – masing i’rob mempunyai tanda – tanda yang berbeda – beda.
I’rob Rafa’

لِلرَّفْعِ أَرْبَعُ عَلَامَاتٍ اَلضَّمَّةُ وَالْوَاوُ وَالْأَلِفُ وَالنُّوْنُ

I’rob rafa’ itu mempunyai 4 tanda, yaitu :
1)    Dlommah
2)    Wawu
3)    Alif
4)    Nun
Setiap kalimah, ketika rafa’ pasti menggunakan salah satu dari 4 tanda tersebut.  Dan setiap tanda mempunyai tempat – tempat tersendiri yang akan dibahas di bawah ini.

1.     Dlommah

فَأَمَّاالضَّمَّةُ فَتَكُوْنُ عَلَامَةً لِلرَّفْعِ فِيْ أَرْبَعَةِ مَوَاضِعَ فِي الْإِسْمِ الْمُفْرَدِ وَجَمْعِ التَّكْسِيْرِوَجَمْعِ الْمُؤَنَّثِ السَّالِمِ وَالْفِعْلِ الْمُضَارِعِ الَّذِيْ لَمْ يَتَّصِلْ بِآَخِرِهِ شَيْئٌ

Kalimah – kalimah yang ketika rafa’ ditandai dengan dlommah itu ada 4 :
1.     Isim mufrod (yang mempunyai makna satu)

وَهُوَ مَا لَيْسَ مُثَنًّى وَلَامَجْمُوْعًا وَلَامُلْحَقًا بِهِمَا وَلَامِنَ الْأَسْمَاءِ الْخَمْسَةِ

Yaitu isim yang selain tasniyyah, selain jama’, dan bukan mulhaq (diserupakan) dengan tasniyyah atau jama’, juga bukan golongan asma’ khomsah.
Contoh : جَاءَ رَجُلٌ (satu oarang lelaki datang)
2.     Jama’ taksir (yang mempunyai arti banyak)

وَهُوَ مَا تَغَيَّرَ عَنْ بِنَاءِ مُفْرَدِهِ بِزِيَادَةٍ اَوْنَقْصٍ اَوْتَبْدِيْلٍ

Yaitu isim yang mempunyai arti banyak dan berubah dari bentuk bentuk mufrodnya (tunggal), dengan ditambah huruf, atau dikurangi, atau diganti hurufnya.
Contoh : قَامَ رِجَالٌ (beberapa lelaki berdiri)
Keterangan :
Lafadz رِجَالٌ adalah jama’ taksir. Mufrodnya adalah رَجُلٌ yang berarti satu orang lelaki.
3.     Jama’ Mu’annats Salim (yang mempunyai arti perempuan banyak)

وَهُوَ مَا جُمِعَ بِأَلِفٍ وَتَاءٍ مَزِيْدَتَيْنِ

Yaitu isim yang mempunyai arti wanita banyak, dan tandanya adalah dengan ditambah alif dan ta’.
Contoh : جَائَتِ الْمُسْلِمَاتُ (para wanita muslimah datang)
Keterangan :
Lafadz الْمُسْلِمَاتُ adalah jama’ mu’annats salim. Mufrodnya adalah اَلْمُسْلِمَةُ yang berarti seorang wanita muslimah. Ta’ – nya اَلْمُسْلِمَةُ dibuang, lalu ditambahkan alif dan ta’ alamat jama’.
4.     Fi’il Mudlori’ yang huruf akhirnya tidak bertemu dengan alif tatsniyyah, wawu jama’, dan ya’ mu’annatsah mukhothobah.
Fi’il mudlori’ adalah fi’il yang di awali huruf ya’, ta’, hamzah, atau nun yang zaidah (tambahan).
Contoh : يَنْصُرُ , تَضْرِبُ , اَفْتَحُ , نُقَاتِلُ

2.    Wawu

وَاَمَّا الْوَاوُ فَتَكُوْنُ عَلَامَةً لِلرَّفْعِ فِي مَوْضِعَيْنِ فِيْ جَمْعِ الْمُذَكَّرِ السَّالِمِ وَفِي الْأَسْمَآءِ الْخَمْسَةِ وَهِيَ أَبُوْكَ وَأَخُوْكَ وَحَمُوْكَ وَفُوْكَ وَذُوْمَالٍ

Kalimah – kalimah yang ketika rafa’ dialamati dengan wawu ada 2 :
1)    Jamak mudzakkar salim
Jamak mudzakkar salim itu ada 2 :
a)     Haqiqi

وَهُوَ لَفْظٌ دَالٌّ عَلَى اَكْثَرَ مِنِ اثْنَيْنِ بِزِيَادَةٍ فِيْ آَخِرِهِ صَالِحٍ لِلتَّجْرِيْدِ وَعَطْفِ مِثْلِهِ عَلَيْهِ

Yaitu lafadz yang menunjukkan  makna lebih dari dua dengan mendapatkan tambahan pada akhirnya, dan patut untuk dipisah – pisah atau dibuat ‘athof – ‘athofan.
Contoh : جَاءَ الْمُسْلِمُوْنَ (orang –orang muslim datang)
Sama dengan jika diucapkan : جَاءَ الْمُسْلِمُ الْمُسْلِمُ الْمُسْلِمُ (Seorang muslim, seorang muslim, seorang muslim datang); atau jika dibuat athaf : جَاءَ الْمُسْلِمُ وَالْمُسْلِمُ وَالْمُسْلِمُ (telah datang seorang muslim dan seorang muslim dan seorang muslim)
b)    Majazi

وَهُوَ مَا جُمِعَ بِوَاوٍ وَنُوْنٍ فِيْ حَالَةِ الرَّفْعِ وَيَاءٍ وَنُوْنٍ فِيْ حَالَتَيِ النَّصْبِ وَالْجَرِّ

Yaitu isim yang mempunyai makna banyak, dengan ditambahkan wawu dan nun di akhirnya ketika rafa’, dan ditambahkan ya’ dan nun pada akhirnya ketika nashob dan jer.
Contoh : قَامَ الْلأَهْلُوْنَ (para ahli sudah berdiri)
Lafadz الْلأَهْلُوْن sebenarnya tidak bisa dibuat jamak mudzakkar salim karena bukan nama. Maka lafdz الْلأَهْلُوْن ini termasuk mulhaq bi jam’il mudzakkaris salim (disamakan dengan jamak mudzakkar salim).
2)    Asma’ Khomsah
Yaitu lafadz أَبٌ, أَخٌ, حَمٌ, فُوْ, ذُوْ yang sudah mudlof (di sandarkan) pada lafadz lain.
Contoh : قَامَ أَبُوْبَكْرٍ (Abu Bakar sudah berdiri)
3.     Alif

وَاَمَّا الْأَلِفُ فَتَكُوْنُ عَلَامَةً لِلرَّفْعِ فِيْ تَثْنِيَّةِ الْأَسْمَاءِ خَاصَّةً

Kalimah yang yang ketika rafa’ dialamati dengan alif adalah :
1.     Isim Tatsniyyah
Isim tatsniyyah dibagi menjadi 2 :
1)    Haqiqi

وَهُوَ لَفْظٌ دَالٌّ عَلَى اثْنَيْنِ بِزِيَادَةٍ فِيْ آخِرِهِ صَالِحٍ لِلتَّجْرِيْدِ وَعَطْفِ مِثْلِهِ عَلَيْهِ

Yaitu isim yang menunjukkan arti dua dengan mendapatkan tambahan alif nun dan ya’ nun pada akhirnya, juga pantas di tajrid (dipisah – pisah) atau dibuat ‘athof – ‘athofan.
Contoh : جَاءَ رَجُلَانِ (dua orang lelaki telah datang).
2)    Majazi

وَهُوَ مَا ثُنِّيَ بِأَلِفٍ وَنُوْنٍ فِيْ حَالَةِ الرَّفْعِ وَيَاءٍ وَنُوْنٍ فِيْ حَالَتَيِ النَّصْبِ وَالْجَرِّ

Yaitu isim yang menunjukkan arti dua dengan mendapatkan tambahan alif dan nun ketika rafa’, ya’ dan nun ketika nashob dan jer.
Contoh : اَلْقَمَرَانِ خُلِقَتَا لِلنَّاسِ (rembulan dan mentari telah diciptakan untuk manusia)
Keterangan : lafadz اَلْقَمَرَانِ sebenarnya bukan isim tatsniyyah, karena yang dimaksud bukan dua rembulan, melainkan bulan dan matahari.
4.     Nun

وَاَمَّا النُّوْنُ فَتَكُوْنُ عَلَامَةً لِلرَّفْعِ فِي الْفِعْلِ الْمُضَارِعِ اِذَااتَّصَلَ بِهِ ضَمِيْرُ تَثْنِيَّةٍ اَوْضَمِيْرُ جَمْعٍ اَوْضَمِيْرُ الْمُؤَنَّثَةِ الْمُخَاطَبَةِ

Kalimah yang ketika rafa’ ditandai dengan nun adalah fi’il mudlori’ yang bertemu dengan :
1)    Dlomir alif tatsniyyah
Contoh : يَضْرِبَانِ (dua orang lelaki akan / sedang memukul)
2)    Dlomir wawu jamak
Contoh : يَضْرِبُوْنَ (beberapa lelaki akan / sedang memukul)
3)    Dlomir ya’ mu’annatsah muhothobah
Contoh : تَضْرِبِيْنَ (dia perempuan akan / sedang memukul)

gambar oleh : dhanie21.blogspot.com




Dalam kehidupan pesantren diajarkan untuk hidup sederhana dan saling tolong – menolong. Bahkan sampai urusan rokok pun, para santri tak segan – segan untuk joinan. Begitupun dengan kang Nasrun (nama samaran). Kang Nasrun yang uda lama gak minta kiriman uang dari rumah biasa minta join rokok pada santri lain.
Suatu malam, setelah kang Nasrun makan dengan lauk sambal ekstra hot, dia kebingungan. Pasalnya, para santri uda pada tidur. Akhirnya, dia memutuskan untuk mencari tegesan (puntung) rokok yang masih agak panjang. Namun sayang, usahanya sia – sia. Merasa putus asa, kang Nasrun pun berjalan gontai menuju aula utama pondok, dengan harapan bisa dapat joinan rokok. Ternyata prediksinya tepat. Di ruangan aula yang gelap, kang nasrun melihat ada bara rokok yang menyala. Dengan hati girang, kang Nasrun pun segera mendekat.

“Join rokoknya kang”. Kata kang Nasrun dengan logat jawa yang kental.
Tanpa ba – bi – bu, orang tersebut menyerahkan rokoknya. Dengan tanpa rasa berdosa, disambarnya rokok tersebut.
            Kang Nasrun yang penasaran mencoba mengamati orang di depannya. Sambil menghisap rokok, dia memperhatikan orang tersebut dengan bantuan bara rokok yang membara. Betapa terkejutnya dia. Ternyata, yang dijoini adalah Mbah Musta’an, kiai pondoknya. Kontan saja, kang Nasrun lari terbirit – birit sambil membawa rokok mbah Musta’an. Sang kyai yang kaget, mencoba memanggil, “wooooyyy, balikno rokokku”. (wooooyyy, balikin rokok gue).

Popular Posts

Pengikut