Mbah
kyai Musta’an adalah seorang kyai sepuh yang terkenal akan keikhlasannya. Mengajar
tanpa dibayar, ikhlas. Mengisi pengajian gak dibayar pun ikhlas. Bahkan,
kemalingan pun mbah Musta’an tetep ikhlas. Suatu ketika, salah seorang santri –
sebut saja kang Ni’am – ingin mencoba keikhlasan kyainya tersebut. Kang Ni’am
yang sejak pagi sampai siang belum makan, segera mengajak seorang santri lain
menuju kandang ayam peliharaan mbah kyai Musta’an.
Setelah
tengok kanan kiri dan dirasa aman, kang Ni’am segera mengambil seekor ayam
milik kyainya tersebut. Dipilihnya ayam yang paling gemuk. Setelah itu, ayam
tersebut disembelih dan dimasak. Setelah matang, kang Ni’am segera menyajikan
ayam goreng tersebut di atas nampan, untuk makan bersama – sama santri lain. Tak
lupa kang Ni’am juga mempersilahkan mbah kyai Musta’an untuk makan bersama. Mbah
kyai Musta’an yang sudah terbiasa makan bersama para santri, makan dengan lahap
tanpa merasa canggung.
Setelah
makan, mbah kyai Musta’an menyalakan sebatang rokok. Tiba – tiba beliau di
dekati oleh kang Ni’am.
“ada apa kang?”, tanya mbah kyai yang
merasa heran.
“anu mbah yai...”, kang Ni’am merasa
gak berani bicara.
“anu apa kang?”, tanya mbah kyai
dengan lembut.
“saya mohon ma’af mbah yai”, kata kang
Ni’am.
“minta ma’af kenapa kang?”, tanya mbah
kyai lagi sambil menghisap rokok dji sam soe kreteknya.
“ayam tadi punya mbah yai yang saya
sembelih”, kata kang Ni’am pasrah. Dia pasrah jika mbah kyai Musta’an marah
besar.
“oalaaa.... masakanmu enak kok le...”,
kata mbah kyai enteng. “besok kamu ke rumahku ya le... kamu yang masak. Biar aku
bisa makan enak terus”, lanjut mbah kyai diiringi tawanya yang khas.
0 komentar:
Posting Komentar