Minggu, 25 Mei 2014

 11:32:00 PM      , ,    1 comment



Bab kalam

االْكَلَامُ هُوَ اللَّفْظُ الْمُرَكَّبُ الْمُفِيْدُ بِالْوَضْعِ
            Kalam menurut bahasa adalah setiap ucapan yang disusun atau tidak, baik itu memahamkan pendengarnya atau pun tidak.
Sedangkan kalam menurut istilah ahli nahwu adalah lafadz yang disusun dan sudah memahamkan pendengarnya, dan diucapkan dengan disengaja. Contoh :
Lafadz adalah suara yang mengandung sebagian huruf hijaiyah.
Contoh : ada orang yang mengucapkan “zaid”. itu sudah termasuk lafadz, karena sudah mengandung huruf : د ز، ي، .
Murokkab (disusun) adalah lafadz yang yang tersusun dari dua kata (kalimah : arab) atau lebih.
Contoh : قَامَ زَيْدٌ (zaid berdiri)
Keterangan :
قام itu kata kerja (kalimah fi’il), sedangkan زيد itu kata benda (kalimah isim). Masing – masing mempunyai arti sendiri – sendiri. Setelah disusun baru menjadi sebuah kalimat (kalam).
Mufid (memahamkan) adalah lafadz yang sudah memahamkan pendengar, sehingga pendengar tidak perlu bertanya lagi.
Keterangan:
Lafadz yang sudah memahamkan harus terdiri dari 3 rangkaian. Yaitu :
1.     Fi’il dan fa’il
Contoh : قَامَ زَيْدٌ . Lafadz قام adalah fi’il madli (kata kerja lampau), sedangkan lafadz زيد adalah kata benda (kalimah isim) yang dibaca rafa’ yang berkedudukan menjadi pelaku (fa’il) dari قام.
2.     Mubtada’ dan Khobar
Contoh : بَكْرٌ جَالِسٌ. Lafadz بَكْرٌ dibaca rafa’ dan berkedudukan menjadi mubtada’. Sedangkan lafadz جَالِسٌ juga dibaca rafa’, tapi berkedudukan menjadi khobar. (nanti akan dijelaskan lebih detail. Insya allah)
3.     Syarat dan jawab
Contoh : إِنْ قَامَ زَيْدٌ قَامَ عَمْرٌو . Lafadz di depan terdiri dari 2 susunan. 1) syarat yaitu lafadz إن قام زيد . 2)jawab yaitu lafadz قام عمرو .
Syarat pasti membutuhkan jawab. Karena jika syarat tidak mempunyai jawab maka di sebut Ghoyah (yang bermakna “walaupun”)
Wadlo’  adalah lafadz yang diucapkan tadi, harus diucapkan dengan sengaja. Jadi, jika diucapkan oleh orang gila, ataupun orang yang mengigau, walau sudah terdiri atas lafadz, murokkab, dan mufid, maka belum bisa dinamakan kalam.

Pembagian Kata ( Kalimah)


وَأَقْسَامُهُ ثَلَاثَةٌ اِسْمٌ وَفِعْلٌ وَحَرْفٌ جَاءَ لِمَعْنًى

Kata – yang dalam bahasa arab disebut kalimah- itu dibagi menjadi 3:
1)    Kalimah isim

وَهُوَ كَلِمَةٌ دَلَّتْ عَلَى مَعْنًى فِيْ نَفْسِهَا وَلَمْ تَقْتَرِنْ بِزَمَانٍ وَضْعًا

Kalimah isim adalah kalimah yang mempunyai makna sendiri (tanpa bantuan kalimah lain) dan tidak bersamaan dengan masa (waktu).
Waktu itu 3 : sudah dilakukan, sedang dilakukan, dan akan dilakukan.
Contoh : زَيْدٌ (zaid : nama orang), حَجَرٌ (batu)
Lafadz zaid walau tidak bersamaan dengan kalimah lain tetap mempunyai makna, juga tidak mempunyai waktu. Tidak ada kata, sedang zaid / sudah zaid / akan zaid.

2)    Kalimah fi’il

وَهُوَ كَلِمَةٌ دَلَّتْ عَلَى مَعْنًى فِيْ نَفْسِهَا وَاقْتَرَنَتْ بِزَمَانٍ وَضْعًا

Kalimah fi’il adalah kalimah yang mempunyai makna sendiri (tanpa bantuan kalimah lain) dan mempunyai masa (waktu)
Contoh : قَامَ (berdiri),  أَكَلَ(makan), جَلَسَ (duduk).

3)    Kalimah huruf

 وَهُوَ كَلِمَةٌ دَلَّتْ عَلَى مَعْنًى فِيْ غَيْرِهَا

Kalimah huruf adalah kalimah yang bisa mempunyai makna, namun dengan bantuan kalimah lain.
Contoh : huruf jer فِيْ tidak mempunyai makna. Namun ketika disambung dengan kalimah isim بَيْتٌ menjadi فِيْ بَيْتٍ lafadz “فِيْ” bisa mempunyai arti “di dalam”.

Tanda – tanda Kalimah Isim

فَالْإِسْمُ يُعْرَفُ بِالْخَفْضِ وَالتَّنْوِيْنِ وَدُخُوْلِ الْأَلِفِ وَاللَّامِ وَحُرُوْفِ الْخَفْضِ وَهِيَ مِنْ وَاِلَى وَعَنْ وَعَلَى وَفِيْ وَرُبَّ وَالْبَاءُ وَالْكَافُ وَاللَّامُ وَحُرُوْفُ الْقَسَمِ وَهِيَ الْوَاوُ وَالْبَاءُ وَالتَّاءُ.

Tanda – tanda kalimah isim ada 4 :
=>  Bisa dimasuki i’rob jer
Contoh : كِتَابُ زَيْدٍ lafadz زَيْدٍ dibaca jer, tanda jernya adalah kasroh.
=>  Bisa di pasang tanwin
Contoh : كِتَابٌ, بَيْتٌ, جِدَارٌ
=>  Bisa dipasang al (ال)
Contoh :  الرَّجُلُ, النَّاسُ, القِتَالُ
=>  Bisa kemasukan huruf jer, yaitu:
مِنْ          contoh :        خَرَجْتُ مِنَ الْبَيْتِ       (saya keluar dari rumah)
اِلَى          contoh :        سِرْتُ اِلَى الْمَسْجِدِ         (saya berjalan menuju masjid)
عَنْ          contoh :        قُمْتُ عَنِ الْكُرْسِيِّ         (saya berdiri dari kursi)
عَلَى        contoh :        رَكِبْتُ عَلَى الْفَرَسِ        (saya naik di atas kuda)
فِيْ           contoh :        فِيْ الْمَدْرَسَةِ                  (di dalam madrasah)
رُبَّ         contoh :        رُبَّ رَجُلٍ لَقِيْتُهُ             (aku bertemu sedikit lelaki)
بَاءْ          contoh :        مَرَرْتُ بِزَيْدٍ                  (aku berpapasan dengan zaid)
كَافْ        contoh :        زَيْدٍ كَالْبَقَرِ                    (zaid seperti sapi)
لَامْ           contoh :        اَلْكِتَابُ لِزَيْدٍ                  (kitab milik zaid)
 huruf Qosam ( huruf yang digunakan untuk sumpah, dan mempunyai arti “demi” ).
Huruf qosam ada 3 :
1.     وَاوُ       contoh : وَاللهِ
2.     بَاءْ        contoh : بِاللهِ
3.     تَاءْ        contoh : تَاللهِ
Tanda – tanda kalimah fi’il

وَالْفِعْلُ يُعْرَفُ بِقَدْ وَالسِّيْنِ وَسَوْفَ وَتَاءِ التَّأْنِيْثِ السَّاكِنَةِ
Tanda – tanda kalimah fi’il ada 4 :
1.     Bisa kemasukan قَدْ حَرْفِيَّةْ
قَدْ yang masuk pada fi’il madli mempunyai makna “sungguh - sungguh”.
Sedangkan قَدْ yang masuk padafi’il mudlori’ mempunyai makna “kadang – kadang”.
Contoh : قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُوْنَ  (sungguh – sungguh berbahagia orang – orang yang beriman).
            قَدْ يَضْرِبُ زَيْدٌ عَمْرًا  (terkadang zaid memukul ‘amr).
2.     Bisa kemasukan “Sin” (سِينْ تَنْفِيسْ)
Sin tanfis” hanya masuk pada fi’il mudlori’ saja. Tidak bisa masuk pada fi’il madli atau fi’il amar. Mempunyai makna “bakal (akan)”.
Contoh : سَيَقُوْلُ السُّفَهَآءُ (orang – orang bodoh bakal berbicara)
3.     Bisa kemasukan سَوْفَ
سَوْفَ تَسْوِيْفْ juga hanya masuk pada fi’il mudlori’ saja. Mempunyai makna “bakal (akan)”.
Contoh : سَوْفَ يَضْرِبُ زَيْدٌ (zaid bakal memukul)
4.     Bisa kemasukan تَأْ تَـأْنِيثْ سَا كِنَةْ
Yaitu تَـأْ yang menunjukkan arti perempuan dan dibaca sukun. Dan hanya masuk pada fi’il madli saja.
Contoh : ضَرَبَتْ (seorang wanita sudah memukul).

Tanda – tanda Kalimah Huruf

وَالْحَرْفُ مَالَايَصْلُحُ مَعَهُ دَلِيْلُ الْإِسْمِ وَلَادَلِيْلُ الْفِعْلِ

Jika ada kalimah, tidak bisa diberi tanda kalimah isim, ataupun kalimah fi’il, berarti kalimah itu adalah kalimah huruf.
Contoh : هَــلْ (apakah) = huruf istifham, digunakan untuk bertanya. Bisa masuk pada kalimah isim ataupun kalimah fi’il.
     فِيْ  (di dalam) = huruf jer. Khusus masuk pada kalimah isim.
    لَــمْ (ora / tidak) = huruf Nafi, khusus masuk pada kalimah fi’il.



BAB I’ROB
اَلْإِعْرَابُ هُـوَتَغْيِـيْرُاَوَاخِـرِالْكَــلِمِ لِاخْتِلَافِ الْعَوَامِلِ الدَّاخِلَةِ عَلَيْهَا لَفْظًااَوْتَقْدِيْرًا
I’rob adalah perubahan akhir kalimah, karena berbeda - bedanya ‘amil (lafadz yang mengamalkan) yang masuk pada suatu lafadz. Perubahan tadi, ada yang terlihat (لَفْظًا ), dan ada yang dikira – kirakan (تَقْدِيْرًا ).
Contoh :
جَاءَ زَيْدٌ  (Zaid datang)
رَأَيْتُ زَيْدًا  (aku melihat Zaid)
مَرَرْتُ بِزَيْدٍ  (aku berpapasan dengan Zaid)
Coba kita lihat perubahan yang ada pada dal – nya lafadz زَيْد setelah dimasuki ‘amil yang berbeda. Lafadz جَاءَ , رَأَيْتُ , dan مَرَرْتُ بِـ ini dinamakan ‘amil yang mengamalkan lafadz زَيْد , sehingga harokat dal – nya bisa berubah – ubah. Ini yang dinamakan I’rob. Perubahan ini adalah perubahan yang terlihat.
Contoh perubahan yang dikira – kirakan :
جَاءَ مُوْسَى  (Musa datang)
رَأَيْتُ مُوْسَى (aku melihat Musa)
مَرَرْتُ بِمُوْسَى (aku berpapasan dengan Musa)
Huruf akhir pada lafadz مُوْسَى sepertinya tidak berubah. Namun sebenarnya berubah, karena ‘amil – nya berbeda – beda. (bandingkan dengan contoh yang terlihat). Perubahan huruf akhir pada lafadz مُوْسَى tidak terlihat karena huruf akhirnya berupa alif. Sedangkan alif adalah huruf yang tidak bisa menerima harokat. Seperti disebutkan dalam sya’ir arab :
اِنْ تَسْــأَلُوْا عَنْ حَـالَتِيْ فَكَـأَنَّـنِيْ ÷ أَلِـفٌ فَـلَيْسَ بِمُمْكِــنٍ تَحْرِيْكُـهَا
Jika kalian semua bertanya tentang keadaanku, maka sesungguhnya aku bagaikan alif, yang tidak mungkin diharokati (jomblo.red)
Pembagian I’rob

وَأَقْسَامُهُ اَرْبَعَةٌ : رَفْعٌ وَنَصْبٌ وَخَفْضٌ وَجَزْمٌ

I’rob itu ada 4 jenis :
1.     Rafa’; tanda aslinya adalah dlommah (ُ)
2.     Nashob; tanda aslinya adalah fatchah (َ)
3.     Khofadl (jer); tanda aslinya adalah kasroh (ِ)
4.     Jazem; tanda aslinya adalah sukun (ْ)
Masing – masing dari jenis i’rob mempunyai tanda – tanda yang akan dibahas di bawah nanti. Insya alloh

فَلِلْأَسْمَاءِ مِنْ ذَلِكَ الرَّفْعُ وَالنَّصْبُ وَالْخَفْضُ وَلَاجَزْمَ فِيْهَا

Huruf akhirnya kalimah isim itu bisa menerima 3 i’rob :
1.     Rafa’
Contoh : ضَرَبَ زَيْدٌ (Zaid sudah memukul)
2.     Nashob
Contoh : رَأَيْتُ زَيْدًا (aku melihat Zaid)
3.     Khofadl (Jer)
Contoh : مَرَرْتُ بِزَيْدٍ (aku berpapasan dengan Zaid)
Tapi tidak dapat menerima i’rob jazem.

وَلِلْأَفْعَالِ مِنْ ذَلِكَ الرَّفْعُ وَالنَّصْبُ وَالْجَزْمُ وَلَاخَفْضَ فِيْهَا

Huruf akhirnya kalimah fi’il itu bisa menerima 3 i’rob :
1.     Rafa’
Contoh : يَضْرِبُ   (dia laki – laki sedang / akan memukul)
2.     Nashob
Contoh : لَنْ يَضْرِبَ (dia laki – laki tidak bakal memukul)
3.     Jazem
Contoh : لَمْ يَضْرِبْ (dia laki – laki tidak memukul)
Namun, kalimah fi’il tidak bisa menerima i’rob khofadl (jer).
Kesimpulan :
I’rob Rafa’ dan Nashob bisa masuk pada kalimah isim maupun kalimah fi’il. Maka, i’rob Rafa’ dan Nashob dinamakan musytarok (yang bersekutu) antara isim dan fi’il.
Sedangkan i’rob khofadl (jer), khusus masuk pada kalimah isim. Maka dinamakan i’rob mukhtash bil ismi (yang dikhususkan pada isim).
Sedang i’rob jazem, khusus masuk pada kalimah fi’il saja. Maka, dinamakan i’rob mukhtash bil fi’li (yang dikhususkan pada fi’il).


1 komentar:

Sahrul Mujib Tbn mengatakan...

PERLU DIKOTAK-KOTAKAN SENDIRI SAJA PERBAB ATAU PERKETERANGAN YANG PANJANG DENGAN BAHASA SEDERHANA

Popular Posts

Pengikut