Kang Ma’sum
Aku masih tak percaya dengan berita itu.
Berita yang menimbulkan gunjingan, diantara para santri.
Benarkah yang terjadi dengan Kang Ma’sum? Secepat itukah? kepalaku semakin pening didera kelebatan bayangan Kang Maksum. Hatiku perih.
Kang Maksum memang tergolong santri baru. Walau usianya sudah dirasa cukup untuk berumah tangga, namun baru setengah tahun yang lalu dia masuk pondok Ar-Roudhoh. Kang Maksum yang berbodi elastic, memang senang membantu teman-teman santri yang lain walaupun pribadinya agak pendiam, namun juga asyik jika diajak bercanda.
Otak Kang Maksum memang bukan tergolong cerdas. Meski begitu, semangatnya dalam menuntut ilmu tak dapat tersaingi oleh siapapun di pesantren ini, termasuk aku. Tak ada yang tahu alamatnya secara detail, Semua santri hanya tahu kalau Kang Maksum berasal fari kota Semarang.
*******
“Huh, buat apa ngedoain orang kayak gitu.” sungut salah satu santri ketika diminta kiriman fatichah.
“Jangan gitu dong Kang, dia kan juga temenmu”.
“Hey diam!! Gak sudi aku punya temen kayak gitu”. sahutnya galak.
Hatiku perih mendengar gunjingan para santri yang kuharap bisa meringankan beban yang ditanggung kang Maksum.
Mataku menerawang, menghadirkan kembali sosok kang Maksum dalam dunia kenanganku. Kang maksum yang gagah, kang Maksum yang pendiam, namun bersahaja, yang ringan tangan ketika melihat temannya kesusahan.
Pernah, ketika kiriman uang dari orang tuaku telat, hutang ku pun sudah menumpuk dikoprasi pondok yang memang biasa memberikan pinjaman kepada para santri. .Sampai - sampai aku enggan meminjam kepada teman-teman satu gothakan (kamar) dengan ku. Hingga akhirnya kang Maksum memberiku uang. Walaupun tak seberapa, namun cukup untuk kebutuhanku selama seminggu.
“Gak usah dipikirkan! Yang penting, otakmu hanya untuk belajar, menuntut ilmu. Bukan untuk sesuatu yang sepele kayak gini”.
Aku memang bukan dari keluarga elit, namun aku merasa paling bahagia, karena memiliki sahabat sehebat kang Maksum.
*********
Benarkah yang terjadi dengan kang Maksum?
Secepat itukah?
Para santri senior tetap memintakan hadiah fatichah untuk kang Maksum yang diumumkan melalui speaker pondok.
Aku yang dulu kawan sejawat kang Maksum, merasa sangat bermatur suwun dengan sikap belas asih para santri senior.
Meninggalnya kang Mkasum begitu sulit kucerna dalam otakku. Bahkan ucapan salah satu santri sempat membuatku bergedek.
“Kesetrum listrik. Maling ya patut dapat balesan kayak gitu, ngisin-ngisini pondok thok”.
Kesetrum? Ngisin-ngisini? Apa hubungannya?
Tapi tunggu!! Maling? Seorang kang Maksum?
Ah… Tak mungkin, Aku tak percaya dengan berita murahan seperti itu,”
Tapi, bagaimana jika hal itu benar?? Ahh… kepalaku berputar-putar
***********
“eh masak sih dia kesetrum gara-gara maling?’’
Lamat-lamt kusadap gunjingan salah satu temanku.
“Bener, Dia kesetrum waktu mau motong kabel saluran listrik .Buat apa coba dia motong kabel malem-malem, kalau bukan mau maling?”
Subhanallaoh… Benarkah yang ku dengar ini? Benarkah Kang Maksum yang ramah, ringan tangan, dan pendiam itu seorang maling? Ataukah kang Maksum yang lain? Semua memang melampui batas bagi kopasitas otak manusia, Takdir memang muthlak atas kehendak Tuhan.
ampuni segala dosa Kang Maksum Tuhan…. Bathinku.
Kepedihan, heran,dan iba bercampur aduk dalam rintih dan gumamku. Wallahu a’lam.
0 komentar:
Posting Komentar